Ads Top

Sejarah Berdirinya Teknologi Uber, Dengan Pendanaan terbesar di Dunia

Sejarah Berdirinya Teknologi Uber, Dengan Pendanaan terbesar di Dunia


BeritaMetroOnline | Uber, perusahaan internet asal Amerika yang menghubungkan pengemudi dengan pengendara, merupakan startup dengan pendanaan terbesar di dunia dan memiliki nilai valuasi USD 40 miliar (Rp 492 triliun). Uber secara total telah mendapatkan pendanaan sebesar USD 2,7 miliar (Rp 33 triliun) selama lima tahun beroperasi.
Sebagai perbandingan, posisi untuk rekor ronde pendanaan terbesar sempat dipegang oleh Facebook yakni USD 1 miliar (Rp 12,3 triliun) pada tahun 2011. Airbnb, marketplace rental kamar, mengisi posisi ketiga dengan jumlah ronde pendanaan sebesar USD 450 juta (Rp 5,6 triliun) beberapa bulan lalu. Sedangkan Uber sendiri pada tahun ini telah mengumumkan dua kali ronde pendanaan, yang masing-masing memiliki nilai sebesar USD 1,2 miliar (Rp 14,8 triliun).
Bagaimanakah kisah di balik pendirian Uber? Kali ini Tech in Asia akan merangkumnya untuk Anda:

Dibentuk dua serial entrepreneur

Garret Camp (kiri) dan Travis Kalanick (kanan)
Arsitek dibalik kelahiran Uber adalah Garret Camp dan Travis Kalanick. Keduanya merupakan entrepreneur kawakan yang masing-masing sudah pernah menjual perusahaan teknologi mereka.
Garret menjual StumbleUpon, mesin penjelajah internet kepada eBay pada tahun 2007 seharga USD 75 juta (Rp 923 miliar). Sedangkan Travis Kalanick telah menjual Red Swoosh, perusahaan berbagi file kepada Akamai senilai USD 19 juta (Rp 234 miliar).
Garret dan Travis lalu bertemu pada tahun 2008 di sebuah konferensi teknologi di Paris, dimana Garret menceritakan idenya untuk menjalankan layanan mobil mewah yang nyaman dan terjangkau. Setahun kemudian, Uber (saat itu bernama UberCab) diluncurkan.

Ingin memecahkan masalah taksi di San Fransisco

Sumber: Pengguna Flickr Evonne
Garret memiliki ide ingin memecahkan masalah besar di San Fransisco – sulitnya mendapatkan taksi. Awalnya, Garret dan Travis setuju untuk membagi biaya pengemudi, mobil Mercedes S Class, dan sebuah tempat parkir di garasi. Lalu kedua co-founder akan bisa menelusuri kota San Fransisco menggunakan aplikasi Uber di iPhone. Namun, begitu banyak hal telah berubah sejak saat itu.
Uber saat ini memiliki lima pilihan kendaraan: Taxi, Black (mobil sedan mewah), SUV, LUX (pilihan mobil paling mewah), dan UberX (layanan mobil dari sesama pengguna). Selain itu, Uber juga memiliki sejumlah produk yang masih dalam tahap testing seperti Essentials dan Rush. Essentials merupakan jasa pengiriman barang-barang esensial seperti snack, minuman ringan, dan perlengkapan medis. Dan Rush merupakan jasa kurir.
Saat ini Uber beroperasi tidak hanya di San Fransisco, tapi di lebih dari 250 kota di 50 negara. Mereka memiliki rencana menciptakan satu juta pekerjaan pada tahun 2015, dan memiliki impian dimana pengendara tidak perlu lagi membeli sebuah mobil karena berkendara dengan Uber akan menjadi alternatif yang lebih murah nantinya.

Sempat berganti CEO

Pada pertengahan tahun 2009, berhubung Garret masih bekerja penuh waktu setelah membeli kembali StumbleUpon dari eBay, ia menunjuk Travis sebagai Chief Incubator. Kewajiban Travis pada saat itu adalah memimpin operasi Uber untuk sementara, membuat prototype produk, dan menemukan General Manager untuk menjalankan operasi perusahaan penuh waktu hingga peluncuran pertamanya di San Fransisco.
Posisi itu dinilai tepat bagi Travis yang saat itu masih beristirahat setelah menjalankan startup-nya non-stop selama 10 tahun.
Bersama dengan Oscar Salazar, teman Garret semasa kuliah, mereka bertiga meluncurkan prototype produk Uber di New York pada Januari 2010. Tidak lama setelah itu, mereka berhasil menemukan orang yang tepat untuk mengisi posisi General Manager: Ryan Graves (gambar di atas). Lucunya, wawancara kerja Ryan bermula dari balasannya terhadap lapangan pekerjaan di Twitter.
Pada bulan Agustus 2010, Ryan secara resmi menjabat CEO Uber. Dalam waktu dua bulan, Uber mengubah namanya dari UberCab menjadi Uber, mendapatkan pendanaan sebesar USD 1,25 juta (Rp 15,4 miliar), dan mendapatkan perintah pelarangan operasi di San Fransisco. Pada bulan Desember 2010, Ryan berganti posisi menjadi COO, dan posisi CEO digantikan oleh sang co-founder Travis.

Penuh kontroversi

Sumber: BuzzFeed
Untuk perusahaan sebesar Uber yang memiliki model bisnis menghubungkan pengendara dan pengemudi di lebih dari 250 kota, kontroversi menjadi suatu hal yang tidak terelakkan, baik itu dari pihak eksternal maupun internal.
Dari sisi eksternal, Uber memiliki banyak tantangan untuk meyakinkan pemerintah setempat bahwa mereka menjalankan bisnis yang legal. Sejumlah pemerintah kota sempat ingin menutup layanan Uber, sebut saja San Fransisco dan California, namun pada akhirnya Uber berhasil mendapatkan ijin beroperasi di kota-kota tersebut. Namun, perusahaan ini terus mendapatkan tekanan dari pemerintah kota lainnya seperti Jakarta, kota Ho Chi Minh, dan Bangkok.
Di luar dari itu, banyak pelaku di industri taksi tradisional yang tidak menginginkan kehadiran Uber di kota mereka. Para pelaku ini khususnya para pengemudi taksi sering melakukan aksi protes di berbagai kota. Bahkan, kemarahan ini sempat berujung pada perusahaan mobil Uber di Paris.
Sedangkan dari sisi internal, salah satu masalah terbesar Uber terletak pada bagian pengemudi. Sejumlah pengemudi Uber sudah mendapatkan tuduhan menculik seorang pengendara wanita, melakukan kekerasan terhadap pengendara, hingga melakukan pelecehan dan pemerkosaan. Seluruh pengendara itu sudah melewati seleksi Uber.
Baru-baru ini, SVP business Uber Emil Michael mengutarakan komentar yang sangat kontroversial pada sebuah perjamuan makan malam, dimana sejumlah media ikut hadir di dalamnya. Di sana, Emil mengatakan bahwa ia memberikan ide untuk menghabiskan uang sebesar USD 1 juta (Rp 12,3 miliar) untuk melakukan kampanye balas dendam terhadap para jurnalis. Ia menjelaskan bahwa ia ingin mencari rahasia memalukan sejumlah jurnalis dan membeberkannnya secara publik.
CEO Travis Kalanick telah meminta maaf melalui akun Twitternya mengenai hal itu.

Banyak saingan

Salah satu iklan Uber untuk melawan Lyft | Sumber: Pengguna Flickr Steve Rhodes
Uber memiliki banyak sekali rival di ranah ini. Di Amerika contohnya, Uber berhadapan dengan Lyft dan SideCar, perusahaan yang juga bergerak dalam jasa menghubungkan pengemudi dan pengendara.
Uber berseteru keras dengan para saingannya, khususnya Lyft, yang memiliki ciri khas kumis pink di mobil mereka. Lyft CNN sempat melaporkan bahwa pegawai Uber telah memesan dan membatalkan perjalanan di Lyft sebanyak 5.560 kali dalam setahun terakhir. Hal itu dinilai telah mengurangi jumlah pendapatan serta ketersediaan para pengemudi Lyft.
Tidak hanya itu, sejumlah pegawai Uber yang menjadi pengendara Lyft juga telah berusaha merekrut para pengendara tersebut untuk masuk ke Uber. Bahkan Travis pernah mengaku mencoba mensabotase usaha penggalangan dana Lyft dengan menghubungi sejumlah investor potensial Lyft terlebih dahulu dan mengatakan kepada mereka bahwa Uber akan menggalang dana jauh lebih besar lagi dari apa yang Lyft sedang lakukan saat itu.
Namun, Uber menyerang balik dengan mengatakan bahwa Lyft telah memesan dan membatalkan perjalanan di Uber sebanyak 13.000 kali! Sungguh persaingan yang panas.
Di Asia, Uber berhadapan dengan GrabTaxi dan EasyTaxi, serta Ola di India. Walaupun ketiganya memiliki model bisnis berbeda, yakni menghubungkan pengendara dengan taksi (Uber tidak memiliki armada taksinya sendiri di Asia), tapi pasar yang ingin diraih sama: yaitu orang yang ingin bepergian dengan mobil.
Walau Uber tampak memiliki uang super besar, GrabTaxi dan Ola bukanlah lawan yang bisa dikesampingkan begitu saja. Berfokus pada wilayah Asia Tenggara saja, GrabTaxi telah menjadi perusahaan asal Asia Tenggara dengan jumlah pendanaan (yang dipublikasikan) terbesar dengan ronde pendanaan terakhir sebesar USD 250 juta (Rp 3 triliun). Ola sendiri baru-baru ini mendapatkan suntikan dana yang tidak kalah hebat: USD 210 juta (Rp 2,6 triliun).

Di Indonesia sendiri, Uber masih memiliki operasi yang kecil. Mereka berfokus pada area strategis yakni kawasan SCBD. Namun, Uber masih belum menyelesaikan sengketa dengan pihak pemerintah kota DKI Jakarta terkait legalitas bisnisnya. Di tanah air, Uber bersaing dengan GrabTaxi dan EasyTaxi.
sumber: techinasia

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.